English: Kampung Naga village – Tasikmalaya, Indonesia (Photo credit: Wikipedia)
Kalau pulang ke rumah orang tua di kampung, Kabupaten Sukabumi, pasti nasi “akeul” sudah siap di meja makan atau di meja dapur yang diletakkan di dekat tungku. Harum nasinya. Itulah nasi tungku.
Memang, akan lebih khas lagi, kalau nasinya dari beras merah. Berasa banget. Terkadang nasi buat sarapan di kampung ku, pake lauk hanya keripik ketan (opak) yang diaduk ama nasi itu, jadilah “tutug opak”. Nasi “tutug opak” ini dikemas di daun pisang, akan lebih mantap rasanya. Di piring biasa juga gak apa-apa kalau memang cari daun pisang lebih susah. Itulah sekelumit cerita dari produksi tungku di kampung.
Sebenarnya, begitu banyak cerita keluarga Sunda yang berawal dari sebuah dapur. Dapur di Sunda, menjadi pusat bertemunya anggota keluarga. Kenapa dikatakan menjadi pusat bertemunya anggota keluarga? Saya berani berkata demikian karena merasakan sendiri. Di Sunda itu, khususnya yang masih tradisional, tiap rumah memiliki dapur. Ada dapur ya adalah tungku. Tungku dalam bahasa Sunda disebut “hawu”.
tungku di kampung abdi
suluh digarangkeun
Ketika hari ini membuka kembali blogku, ku teringat beberapa foto yang telah kami ambil, di sudut dapur rumah Ibu Bapakku. Hasilnya seperti gambar ke 2 dan ke 3 di atas. Terharu. Terharu karena ku makan dengan dimasak lewat alat masak seperti itu. Tungku atau “hawu”. Di kala musim hujan, pasti anggota keluarga menghangatkan badan di depan tungku itu, sambil menunggu panggangan masak. Panggangannya macam-macam, ada panggang jagung, ada panggang singkong, sangrai biji kacang, sangrai “eumping” jagung, dan lainnya. Tidak lupa juga, terkadang didalam abu yang apinya sedang membara (“ruhay”), terkadang dibenamkan (dibubuy) biji nangka, biji “tungeureuk”, biji “saninten”, ataupun umbi jalar.
Terus, lihat juga tumpukkan kayu bakar di atas tungku. Bahan bakar itu diperoleh secara gratis, alias tanpa mengeluarkan duit. Yang dikeluarkan untuk mendapat stok kayu bakar adalah tenaga dan sebilah parang atau kapak. Setelah kayu diperoleh dari hutan atau kebun kayu milik masyarakat, terus disimpan di atas tungku. Dengan disimpan di atas tungku, maka kayu bakar yang tadinya dari kayu basah akan menjadi kering; dan jika yang kering maka akan lebih mengering. Kalau udah kering, maka dibakarnya pun di tungku, akan lebih mudah.
Hayu ah urang majukeun terus Sunda na.. 🙂
Related articles